“Sebab kau aku bahagia, karena kau aku kembali tersenyum. Dan sebabmu juga aku melepasmu. Menjadi kisah terpenting bagiku, walaupun tak sebaliknya padamu.”
Tania berbaring di ranjangnya menghadap ke langit-langit kamarnya yang tak putih lagi. Warnanya pudar seiring waktu. Desahan napasnya menandakan betapa dia sedang memikirkan sesuatu. Hari ini dan untuk hari-hari selanjutnya Tania bahagia. Bahkan lebih bahagia dari hari-hari yang telah dilewatinya. Kebahagian itu hadir bersama kerisauannya yang selalu memikirkan sampai kapan semua ini terjadi.
Dalam benaknya, Tania selalu memikirkan cara terbaik melepas kebahagiannya. Hati kecilnya berkata bahwa kebahagaian itu takkan abadi selama kehidupanpun belum abadi. Kebahagaian dan kekecewaan akan datang bergantian karena keduanya tak terpisahkan. Semua hal memiliki sebab dan selalu ada hal yang menjadi akibat dari sebab-sebab tersebut.
Siapa yang akan menyangka bahwa tetesan air hujan pada genangan air membawa akibat pada tetesan air hujan lainnya.? Dirimu sekarang akan menjadi sebab dari kehidupan lainnya dan menjadi akibat dari kehidupan sebelumnya? Dan itulah fakta yang terjadi pada Tania tanpa pernah disadari bagi sebagian makhluk.
Tania tak memikirkan dirinya sebagai akibat dari kehidupan yang lain. Saat ini di benaknya hanya ada sebuah pertanyaan. Siapakah sebab dirinya ada? Siapa yang akan menjadi akibat dari kehidupannya? Dan Tania benar-benar berharap siapa itu adalah letak kebahagiaannya sekarang. Tania berharap dia. Yah dia yang membuat Tania benar-benar bahagia saat ini.
Semua yang Tania mampu lakukan, akan dia lakukan demi kebahagiannya. Saat ini terlihat begitu egois. Tapi dibalik itu selalu ada penerimaan yang tulus terhadap kehidupan dan takdirnya. Tania tak berpikir untuk selamanya bersama kebahagaiannya. Suatu saat dia harus melepasnya, benar-benar ikhlas untuk melepasnya. Karena ada kebahagian lain yang Tania rebut selama kebahagian itu bersamanya. Adalah kesalahan besar jika tak mengembalikan kebahagian itu pada pemiliknya.
“Aku bahagia bersamamu, sungguh-sungguh bahagia. Kau adalah pemenang untuk semua kebahagianku. Jadi, biarkan aku menyayangimu. Biarkan aku untuk selalu mengungkapkannya. Sungguh tak berniat memilikimu, maka biarkan aku bersandar lebih lama padamu. Walau aku tak sepenuhnya tahu apakah kau benar-benar menyayangiku?”
0 komentar:
Posting Komentar